Selamat Datang di Blog Saya - Semoga Artikel yang Saya Postingkan Bermanfaat bagi semua

Senin, 29 April 2013

Study Kasus Pencemaran Air


Pelayanan Air Minum Jakarta dan Pencemaran Air

I. Krisis Air
Sekitar 65 persen penduduk Indonesia atau sekitar 125 juta jiwa menetap di Pulau Jawa yang luasnya hanya tujuh persen dari seluruh luas daratan Indonesia.  Sementara dari sudut potensi air hanyalah 4,5 persen dari total potensi air di Indonesia sehingga menimbulkan benturan kepentingan.  Dipandang dari segi pengembangan sumber daya air, permasalahan air di Jawa termasuk kategori kritis.
Kerusakan Sungai
Sebanyak 64 dari total 470 Daerah Aliran Sungai (DAS)  yang ada di Indonesia saat ini dalam kondisi yang kritis. Dari 64 DAS kritis tersebut, berada di Sumatera 12 DAS, Jawa 26 DAS, Kalimantan 10 DAS, Sulawesi 10 DAS, Bali, NTB dan NTT 4 DAS, Maluku serta Papua 2 DAS.
Pencemaran Sungai
Kualitas air sungai di Indonesia pada umumnya telah dipengaruhi oleh limbah domestik yang masuk ke badan air di samping limbah lainnya yang berasal dari industri, pertanian maupun peternakan. Pemantauan kualitas air sungai dilakukan di 30 propinsi Indonesia tahun 2004 dengan frekwensi pengambilan sampel sebanyak dua kali dalam setahun.   Hasil pemantauan menunjukkan parameter DO, BOD, COD, fecal coli dan total coliform mayoritas sudah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas I menurut PP 82 Tahun 2001. Untuk parameter biologi,  fecal coli dan total coliform dapat dikatakan bahwa mayoritas sungai yang terdapat  di kota padat penduduk seperti di pulau Jawa cenderung lebih tercemar oleh bakteri tersebut, seperti di Sungai Progo (Jateng dan Yogyakarta), Sungai Ciliwung (Jakarta), dan Sungai Citarum (Jawa Barat).
Pencemaran Air Tanah
Pemantauan terhadap 48 sumur dilakukan di Jakarta pada tahun 2004.  Hasil pemantauan menunjukkan  hampir sebagian besar sumur yang dipantau telah mengandung bakteri coliform dan fecal coli.   Persentase sumur yang telah melebihi baku mutu untuk parameter Coliform di seluruh Jakarta cukup tinggi,  yaitu mencapai 63% pada bulan Juni dan 67% pada bulan Oktober.  Kualitas besi (Fe) dari air tanah di wilayah Jakarta terlihat semakin meningkat, dimana beberapa sumur memiliki konsentrasi Fe melebihi baku mutu. Presentase jumlah sumur yang melebihi baku mutu Mn di seluruh DKI Jakarta secara umum sebesar 27% pada bulan Juni dan meningkat pada bulan Oktober sebesar 33%.  Untuk parameter detergen (MBAS), presentase jumlah sumur yang melebihi baku mutu di DKI Jakarta sebesar 29% pada bulan Juni dan meningkat menjadi 46% pada bulan Oktober. 
Umumnya, air sumur yang didapat berwarna kuning dan agak berbau. Ditambah lagi, hanya 400 dari sekitar 4,000 industri di Jakarta yang mengelola limbahnya. Tidak ada sistem sanitasi di Jakarta sehingga air limbah seluruhnya dibuang ke sungai. Hanya sekitar 2 % air limbah di Jakarta mengalir ke instalasi pengolah air limbah, yang umumnya hanya melayani gedung perkantoran dan sejumlah perumahan. Sekitar 39% warga Jakarta memiliki septic tank, dan 20 % menggunakan lubang WC biasa (pit latrines). 
II.  Air Minum
Hanya sekitar 40 % warga di perkotaan dan kurang dari 30 % warga pedesaaan. yang tersambung dengan jaringan air minum (PAM).   Air minum langsung (potabel water) tidak dibangun di Indonesia sehingga air dari keran harus dimasak terlebih dahulu. Bagi warga perkotaan yang tidak terlayani oleh jaringan pipa air minum, sumber air  minum berasal dari air tanah, air kemasan, atau dari penjual air keliling. Dari 306 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada di Indonesia, hanya 10 % yang dalam keadaan sehat.  Selebihnya (90%) dalam keadaaan kurang baik dan beberapa diantaranya kondisi kritis.  Pemerintah merencanakan untuk memberikan  bantuan likuiditas kepada PDAM yang kolaps. Langkah tersebut merupakan bagian dari restrukturisasi PDAM yang dimulai tahun depan. 
Pengalaman: Privatisasi Air Jakarta
Dari sisi pelayanan, paska privatisasi kepada kedua mitra asing, tidak mengalami perbaikan dan peningkatan yang berarti.  Ini terlihat dari sejumlah indikator utama kualitas pelayanan air minum. Target pertambahan pelanggan dari tahun 1998-2000 tidak mencapai ketentuan kontrak, dan lebih rendah dibanding pertumbuhan sebelumnya oleh PAM Jaya.  Target teknis pemakaian air tidak tercapai, tetap dibawah kinerja PAM Jaya. 

Tingkat kebocoran pipa juga tidak sesuai dengan klausul dalam kontrak dan harapan masyarakat. Tingkat kebocoran pada saat dikelola PAM Jaya sebesar 53 %, kini berkisar pada angka 48%.  Namun, untuk menekan tingkat kebocoran (non revenue water) kedua mitra asing hanya melakukan pembatasan pengoperasian mesin pompa yang terdapat disetiap instalasi. Dampaknya sejumlah daerah dalam jangkauan pelayanannya malah mengalami kekurangan air (Komparta, 2005).

Pelanggan Air Minum
Sebelum terjadi privatisasi pertambahan pelanggan baru periode 1988-awal 1998 mencapai antara 9.698-63.934 pelanggan per tahun.. Sedangkan setelah privatisasi, pertambahan jumlah pelanggan justru merosot drastis. Pada 1998, antara Februari-Desember, dua mitra swasta meraup pelanggan baru sebanyak 21.533 pelanggan.  Jumlah ini jauh lebih kecil dari perolehan pelanggan baru yang digaet PAM Jaya pada 1997 sebelum terjasi privatisasi yaitu 63.934 pelanggan baru. Bahkan, pada 1999 (semester pertama) perolehan pelanggan baru dua mitra swasta asing merosot tajam menjadi hanya 4.879. Bandingkan dengan perolehan PAM Jaya sebelum terjadi privatisasi pada Januari 1998 (Perolehan pelanggan baru untuk satu bulan) sebesar 5.804.   Sedangkan dari sisi rasio warga yang terjangkau sebelum dan sesudah privatisasi tidak berubah signifikan. Pada 1997 sebelum privatisasi dilakukan, sebanyak 52% warga Jakarta terjangkau PAM Jaya. Sedangkan setelah privatisasi menjadi 59% (2002).

Kualitas Air PDAM
Sementara dari sisi kualitas air relatif tidak berubah sebelum dan sesudah privatisasi. Bahkan untuk beberapa indikator seperti konsentrasi deterjen, setelah privatisasi, kualitas airnya justru menurun. Pada 1998 misalnya, konsentrasi deterjen mencapai 0,12 mg/l. Demikian juga pada 1999 dengan konsentrasi deterjen sebesar 0,17 mg/l. Padahal standar konsentrasi deterjen adalah 0,05 mg/l. Bandingkan dengan sebelum privatisasi, konsentrasi deterjen masih memenuhi standar seperti pada 1993 (0,031 mg/l) dan 1994 (0,016 mg/l). (tabel 14)
Tarif Air
Tarif air di jakarta rata-rata Rp. 5.000 permeter kubik, termasuk yang paling tinggi di Indonesia. Tarif tinggi karena sejak awal kontrak sudah mahal, yakni Rp. 1.700. Tariff terus mengalami kenaikan karena inflasi, dan kenaikan tarif otomatis tiap semester (6 bulan).  Dari tariff demikian, sebanyak Rp. 4.600 untuk membayar imbaln kepada operator asing (PDAM Lyonnaise dan ThamesPAM Jaya).  Sisanya untuk bayar utang PDAM kepada pemerintah, defisit, serta badan regulator.  Apabila kenaikan tarif air otomatis tidak disetujui Pemerintah, maka kedua operator asing akan membebankan selisih Water Charge (imbalan air) dan Tariff Air kepada Pemerintah DKI sebagai utang. Saat ini Pemerintah DKI justru memiliki hutang sekitar Rp. 900 milliar kepada operator asing karena tariff air tidak dinaikkan dalam periode 1998-2001.

Pelayanan
Sementara mengenai tingkat layanan, warga menganggap kualitas air minum setelah privatisasi tetap keruh dan berbau tidak sedap. Demikian pengakuan warga  yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pelanggan dan Masyarakat (FKPM). Selain mengeluh soal kualitas air minum, warga juga mempersoalkan distribusi air bersih yang tidak merata. "Rumah yang berada di pinggir jalan besar bisa mendapat air dengan lancar, sementara rumah di tengah perkampungan airnya sering mati," kata Ahmad Syarifudin, Ketua Dewan Kelurahan (Dekel) Semper Barat, Jakarta Utara. Distribusi air yang tidak merata akibat kecilnya tekanan air dikeluhkan anggota Lembaga Masyarakat Kota Jakarta Barat, Sukarlan. Menurut dia, selama bertahun-tahun warga di Kelurahan Kedaung, Kaliangke, Jakarta Barat, harus mencari air sekitar pukul 03.00 karena air baru mengalir pada jam-jam tersebut. Warga perumahan Taman Palem Lestari, Cengkareng, Jakarta Barat juga mengaku sering frustasi terhadap pelayanan PT Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) yang dianggapnya tidak peka terhadap kesulitan yang dialami konsumennya. Mereka mengeluh meski air tidak menetes, tagihan rekening terus mengalir.  Itu baru keluhan warga secara individual. Bagaimana gambaran warga secara keseluruhan terhadap Themes Jaya dan Palyja?  Studi yang dilakukan dalam rangka Ex-Post Evaluation For ODA Loan Projects (2001) menyatakan bahwa bahwa sekitar 40% responden tidak puas dengan layanan Thames PAM Jaya.
Kelas I, yaitu air yang dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang  sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas II, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, budi daya ikan air tawar, peternakan,  air untuk mengairi pertanaman  dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 http://www. walhi.or.id/kampanye/air/privatisasi/051128_air_li/

Beberapa Jenis Pencemar Air


A.  Padatan

Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifatnya lainnya, terutama kelarutannya yaitu:
1.    Padatan terendap (sedimen)
2.    Padatan tersuspensi dan koloid
3.    Padatan terlarut
4.    Minyak dan lemak
      
Dalam analisis air, selain padatan-padatan tersebut di atas sering juga dilakukan analisis terhadap total padatan, yaitu semua padatan setelah airnya dihilangkan atau diuapkan. Padatan yang terdapat di dalam air juga dapat dibedakan atas padatan organik dan anorganik.

B. Bahan Buangan Yang Memerlukan Oksigen

1.    Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhuk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Ikan merupakan makhluk air yang memerlukan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri. Biota air hangat memerlukan oksigen terlarut minimal 5 ppm, sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm.

2.  Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi.
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel.

3.  Chemical Oxygen Demand (COD)
Untuk mengetahui jumlah organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari pada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikhromat , untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air.

C.  Mikroorganisme

Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal berbagai sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati (bangkai), kotoran manusia atau hewan, bahan organik lainnya, dan sebagainya. Mikroorganisme tersebut mungkin tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup di dalam air karena lingkungan hidupnya yang tidak cocok.
 Air dapat merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik yang berbahaya bagi kesehatan. Patogen yang sering diiemukan di dalam air terutama adalah bakteri-bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera, Shigella dysenteriae penyebab disenteri basiler, Salmonella typosa penyebab tifus dan S. paratyphi penyebab paratifus, virus polio dan hepatitis, dan Entamoeba histolytica penyebab disentri amuba. Untuk mencegah penyebaran penyakit melalui air perlu dilakukan control terhadap polusi air.          

D. Logam Berat

Air sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya berbagai logam berat yang berbahaya. Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan, oleh karena itu diproduksi secara rutin dalam skala industri. Industri-industri logam berat tersebut seharusnya mendapat pengawasan yang ketat sehingga tidak membahayakan bagi pekerja-pekerjanya maupun lingkungan sekitarnya. Penggunaan logam-logam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari-hari berarti telah secara langsung  maupun tidak langsung, sengaja maupun tidak sengaja, telah mencemari lingkungan. Beberapa logam berat tersebut ternyata telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan lingkungan. Logam-logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), Kadmium (Cd), Khromium (Cr) dan Nikel (Ni). Logam-logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi.

E. Bahan Pencemaran Lain

 
1.  Deterjen

Deterjen dalam arti luas adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih,termasuk sabun cuci piring alkali dan cairan pembersih. Definisi yang lebih spesifik dari deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Surfaktan merupakan bahan pembersih utama yang terdapat dalam deterjen. Penggunaan deterjen sebagai bahan pembersih terus berkembang dalam 20 tahun terakhir. Hal ini disebabkan deterjen mempunyai efisiensi pembersihan yang baik, terutama jika digunakan di dalam air sadah atau pada kondisi lainnya yang tidak menguntungkan bagi sabun biasa.    

2.  Insektisida
Insektisida banyak digunakan untuk berbagai tujuan melawan serangga, misalnya membasmi hama tanaman,membersihkan lingkungan dari serangga pembawa penyakit, mengawetkan bahan bangunan, membasmi hama gudang, dan sebagainya. Pada saat ini telah diketahui berjuta-juta spesies serangga ,dan beberapa ribu spesies beberapa diantaranya sering menimbulkan masalah. Dengan perkembangan teknologi pada saat ini, insektisida yang paling banyak digunakan adalah insektisida organik sintetik. Penggunaan insektisida ini banyak menimbulkan masalah dalam pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air, bahan pangan, dan debagainya.
Insektisida organic sintetik dapat dibedakan atas tiga kelompok berdasrkan struktur dan komposisinya,yaitu:
  1. Insektisida organokhlorin, misalnya DDT, metosikhlor, aldrin dan dieldrin
  2. Insektisida organofosfor, misalnya parathion dan malathion
  3. Insektisida karbamat, misalnya karbaril (Sevin) dan baygon

3.Radiokatif
           Uranium dan produk-produk pemecahannya merupakan salah satu contoh elemen yang mempunyai inti sangat tidak stabil. Disintegrasi atau pemecahan inti tersebut akan menghasilkan inti emisi radioaktif yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup, bahkan mungkin dapat mematikan. Beberapa macam aktivitas yang merupakan sumber pontensial pencemaran radioaktif telah diketahui dan berperan dalam polusi lingkungan, diantaranya yaitu:
  1. Peleburan dan pengolahan logam untuk memproduksi komponen radioaktif yang berguna.
  2. Penggunaan bahan radioaktif untuk senjata nuklir.
  3. Penggunaan bahan radioaktif untuk pembangkit tenaga nuklir.
  4. penggunaan bahan radioaktif untuk pengobtan, industri, dan penelitian.

F. Penanganan Air Buangan

 Air yang tealah digunakan untuk keperluan industri, irigasi, keperluan rumah tangga, dan keperluan lainnya sering di kembalikan lagi ke sumber asalnya . keadaan ini merupakan masalah karena semakin lama jumlah polutan di dalam air tersebut menjadi semakin tinggi. Bab ini akan menjelaskan secara singkat mengenai penaganan air buangan atau limbah cair,baik secara fisik, kimia, maupun biologis.
 Bentuk control polusi air yang paling umum dilakukan di dalam industri-industri terdiri dari sistem buangan dan penanganan air buangan. Air buangan dikumpulkan melalui sistem buangan dan dialirkan ke tempat pengolahan limbah, dimana air buangan yang keluar dari tempat pengolahan limbah tersebut diharapkan mutunya sudah memenuhi syarat untuk dibuang kembali ke dalam suplai air umum . proses penanganan air buangan pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap, yaitu: proses penanganan primer, sekunder, dan tersier atau lanjut.       
 

Sifat-sifat Air Tercemar


Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya:
  1. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas
  2. Suhu
  3. Warna, bau dan rasa
  4. Jumlah padatan
  5. Nilai BOD/COD
  6. Pencemaran mikroorganisme patogen
  7. Kandungan minyak
  8. Kandungan logam berat
  9. Kandungan bahan radioaktif
Leobardus Ari Nugroho