A. Pengelolaan Persampahan: Menuju
Indonesia Bebas Sampah (Zero Waste )
Sampah merupakan konsekuensi dari
adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan
atau sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita
terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan
jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh
karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari ‘pengelolaan’ gaya
hidup masyrakat.
Peningkatan jumlah penduduk dan gaya
hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Misalnya saja, kota Jakarta pada
tahun 1985 menghasilkan sampah sejumlah 18.500 m3 per hari dan pada tahun 2000
meningkat menjadi 25.700 m3 per hari. Jika dihitung dalam setahun, maka
volume sampah tahun 2000 mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi
Borobudur = 55.000 m3). [Bapedalda, 2000]. Selain Jakarta, jumlah sampah yang
cukup besar terjadi di Medan dan Bandung. Kota metropolitan lebih banyak
menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil.
B. Jenis Sampah
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi
2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah
anorganik (sampah kering). Sapah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk
hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sampah jenis ini dapat
terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya dengan sampah kering,
seperti kertas, plastik, kaleng, dll. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi
secara alami.
Pada umumnya, sebagian besar sampah
yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari
total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang
terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang
ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah
dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengleolaan persampahan,
terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena
pengelolaan sapah bersifat terpusat. Misanya saja, seluruh sampah dari kota
Jakarta harus dibuag di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi.
Dapat dibayangkan berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi,
sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering.
Padahal, dengan mengelola sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti
RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah
dapat diturunkan/dikurangi.
C. Alternatif Pengelolaan Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah
secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill
bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan
menimbulkan masalah lingkungan. Malahan alternatif-alternatif tersebut harus
bisa menangani semua permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang
semua limbah yang dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam,
sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal
tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yang harus diganti dengan
tiga prinsip–prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa masyarakat akan
menghasilkan jumlah sampah yang terus meningkat, minimisasi sampah harus
dijadikan prioritas utama.
Sampah yang dibuang harus dipilah,
sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal,
daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada
saat ini. Dan industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka
untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk
semua jenis dan alur sampah.
Pembuangan sampah yang tercampur
merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan
lagi. Bahan-bahan organik dapat mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang
mungkin masih bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari
keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal
dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah
didaur-ulang; perlu dirancang ulang agar sesuai dengan sistem daur-ulang atau tahapan
penghapusan penggunaan.
Program-program sampah kota harus
disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak mungkin dibuat
sama dengan kota lainnya. Terutama program-program di negara-negara berkembang
seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang telah berhasil
dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan kondisi-kondisi fisik,
ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau
pemulung) merupakan suatu komponen penting dalam sistem penanganan sampah yang
ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus menjadi komponen utama dalam
sistem penanganan sampah di negara berkembang. Salah satu contoh sukses adalah
zabbaleen di Kairo, yang telah berhasil membuat suatu sistem pengumpulan dan
daur-ulang sampah yang mampu mengubah/memanfaatkan 85 persen sampah yang
terkumpul dan mempekerjakan 40,000 orang.
Secara umum, di negara Utara atau di
negara Selatan, sistem untuk penanganan sampah organik merupakan
komponen-komponen terpenting dari suatu sistem penanganan sampah kota.
Sampah-sampah organik seharusnya dijadikan kompos, vermi-kompos (pengomposan
dengan cacing) atau dijadikan makanan ternak untuk mengembalikan
nutirisi-nutrisi yang ada ke tanah. Hal ini menjamin bahwa bahan-bahan yang
masih bisa didaur-ulang tidak terkontaminasi, yang juga merupakan kunci
ekonomis dari suatu alternatif pemanfaatan sampah. Daur-ulang sampah
menciptakan lebih banyak pekerjaan per ton sampah dibandingkan dengan kegiatan
lain, dan menghasilkan suatu aliran material yang dapat mensuplai industri.
D. Tanggung Jawab Produsen dalam
Pengelolaan Sampah
Hambatan terbesar daur-ulang,
bagaimanapun, adalah kebanyakan produk tidak dirancang untuk dapat didaur-ulang
jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini karena selama ini para pengusaha hanya
tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan
Tanggungjawab Produsen (Extended Producer Responsibility - EPR) adalah suatu
pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk
dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada mereka untuk mendisain
ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa
material-material yang berbahaya dan beracun. Namun demikian EPR tidak selalu
dapat dilaksanakan atau dipraktekkan, mungkin baru sesuai untuk kasus
pelarangan terhadap material-material yang berbahaya dan beracun dan material
serta produk yang bermasalah.
Di satu sisi, penerapan larangan
penggunaan produk dan EPR untuk memaksa industri merancang ulang ulang, dan
pemilahan di sumber, komposting, dan daur-ulang di sisi lain, merupakan
sistem-sistem alternatif yang mampu menggantikan fungsi-fungsi landfill atau
insinerator. Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan
landfill atau insinerator dan bahkan lebih, dan malah beberapa sudah mulai
mengubah pandangan mereka untuk menerapkan “Zero Waste” atau “Bebas Sampah”.
E. Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)
Sampah atau limbah dari alat-alat
pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting dari sejumlah sampah yang
dihasilkan, beberapa diantaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikian
tidak semua sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang
dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik
atau sampah kota pada umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal yang
paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari
sampah yang umum.
Sampah yang secara potensial menularkan
penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan beberapa teknologi non-insinerator
mampu mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih
murah, secara teknis tidak rumit dan rendah pencemarannya bila dibandingkan
dengan insinerator.
Banyak jenis sampah yang secara kimia
berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas
kesehatan. Sampah-sampah tersebut tidak sesuai diinsinerasi. Beberapa, seperti
merkuri, harus dihilangkan dengan cara merubah pembelian bahan-bahan; bahan
lainnya dapat didaur-ulang; selebihnya harus dikumpulkan dengan hati-hati dan
dikembalikan ke pabriknya. Studi kasus menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip
ini dapat diterapkan secara luas di berbagai tempat, seperti di sebuah klinik
bersalin kecil di India dan rumah sakit umum besar di Amerika.
Sampah hasil proses industri biasanya
tidak terlalu banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, tetapi
kebanyakan merupakan sampah yang berbahaya secara kimia.
F. Produksi Bersih dan Prinsip 4R
Produksi Bersih (Clean Production)
merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan
untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya,
mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan
limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. Prinsip-prinsip
Produksi Bersih adalah:
Prinsip-prinsip yang juga bisa
diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan Prinsip 4R yaitu:
- Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
- Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
- Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
- Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidka bisa didegradasi secara alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar