Sumber :
2.
Status dan Informasi
Lingkungan Kabupaten Cianjur.Dalam https:// lhd.cianjurkab.go.id.
diakses tanggal 20 Desember 2010.
3.
Tim Teknis Pembangunan
Sanitasi . 2010. Dari Control Landfill lalu ke Sanitary Landfill.
Dalam http://sanitasi.or.id. diakses tanggal 02 Februari 2011.
Pembangunan di Indonesia menghasilkan tatanan kehidupan
sosial yang semakin meningkat. Hasil pembangunan yang semakin meningkat akan
makin mendekatkan masyarakat kepada tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun,
harus dilihat juga bahwa hasil pembangunan akan menghasilkan dampak atau efek
samping terhadap lingkungan sebagai penopang kegiatan pembangunan tersebut.
Dampak lingkungan yang dikhawatirkan adalah menurunnya
kualitas lingkungan. Salah satu dampak lingkungan yang dihasilkan adalah sampah
yang merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan
sehingga tidak menimbulkan dampak lanjutan yang membahayakan. Menurut
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), volume sampah yang meningkat setiap
tahun dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi masyarakat, dan
sistem pengelolaan sampah di masing-masing daerah (KNLH 2008).
Provinsi di Indonesia yang
memiliki volume timbunan sampah paling tinggi adalah Provinsi Jawa Barat. Hal
ini dikarenakan pertumbuhan penduduk di provinsi ini meningkat setiap tahun dan
lebih tinggi dibandingkan provinsi yang lain. Provinsi Jawa Barat hingga kini merupakan
provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dengan luas
wilayah sebesar 3 647 392 ha. Jumlah penduduk pada tahun 2009 mencapai 42 693
951 jiwa yang tersebar ke berbagai kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat.
Pertumbuhan penduduk Jawa Barat termasuk tinggi dibandingkan dengan provinsi
lain di Indonesia.
dengan laju pertumbuhan
sebesar 1.89 % pada tahun 2009 (BPS 2010). Dapat dilihat (Tabel 1) bahwa jumlah
penduduk berdasarkan kabupaten yang ada di Jawa Barat semakin meningkat dari
tahun 2007 sampai 2009. Jika diurutkan, Kabupaten Cianjur menempati urutan ke
enam dalam jumlah penduduk terbanyak. Walaupun tidak di urutan pertama namun
peningkatan jumlah penduduk di kabupaten ini cukup signifikan. Adapun tren
peningkatan jumlah penduduk berdasarkan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat
pada Tabel 1.
Kabupaten Cianjur pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk
sebanyak 2 189 328 jiwa dengan laju pertumbuhan 0.89 %. Jumlah penduduk ini
meningkat setiap tahun, dimana pada tahun 2007 jumlah peduduk hanya sebanyak 2
149 121 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya kepadatan
penduduk yang akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat.
Peningkatan jumlah penduduk
dan pendapatan masyarakat tentu saja akan meningkatkan jumlah konsumsi
masyarakat serta segala aktivitasnya yang dikhawatirkan akan melebihi daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Jika tidak sesuai atau melebihi daya dukung
lingkungan maka akan menimbulkan dampak negatif yaitu dapat mencemari
lingkungan. Salah satu pencemar lingkungan yang timbul adalah limbah padat atau
sering disebut dengan sampah
(Solehati 2005). Kelangsungan hidup manusia sangat tergantung
kepada lingkungan hidupnya. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan
hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda dan makhluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Masalah sampah timbul karena adanya peningkatan timbunan
sampah sebesar dua sampai empat persen per tahun. Namun, hal ini tidak
diimbangi dengan dukungan sarana dan prasarana penunjang yang memenuhi
persyaratan teknis, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut. Selain itu,
belum adanya regulasi dalam upaya penanganan dan pengelolaan sampah secara
optimal.
Selama ini pengelolaan sampah masih diserahkan kepada
pemerintah daerah. Selain itu terbatasnya anggaran pengelolaan sampah yang
menjadi suatu permasalahan dasar juga selalu menjadi kendala. Salah satu
alasannya karena masih rendahnya investasi swasta dalam pengelolaan sampah.
Masalah sampah juga diperparah oleh paradigma bahwa sampah merupakan limbah
domestik rumah tangga atau industri yang tidak bermanfaat (KNLH 2008).
Peningkatan populasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Cianjur juga mempengaruhi kondisi lingkungan terutama sampah di wilayah ini.
Sebanding dengan peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk, sampah di wilayah ini
jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kegiatan konsumsi masyarakat
memiliki korelasi yang positif terhadap jumlah sampah yang terbagi menjadi
sampah organik dan anorganik. Sampah organik masih menjadi komponen terbesar
yaitu sebesar 65 % diikuti oleh sampah kertas dan plastik (KNLH 2009). Sampah
yang dihasilkan hanya dibuang dari sumbernya tanpa diolah. Disisi lain,
pengelolaan sampah oleh dinas terkait hanya fokus pada pengumpulan dan
pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir
Sembung. TPA ini sudah berdiri sejak tahun 1975 di atas tanah seluas enam
hektar. Pengelolaan TPA pada tahun 1978 sampai 2006 masih menggunakan sistem open
dumping. Adapun sistem pengelolaan sampah adalah meliputi pewadahan,
pengumpulan, pemindahan transfer depo, dan pengangkutan dengan kontainer untuk
dibawa ke TPA (KLH 2009)1.
Sistem pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung berubah dari open
dumping menjadi control landfill. Hal ini sesuai dengan amanat
Undang-Undang Persampahan No. 18 Tahun 2008 bahwa pada tahun 2013 harus menutup
pengelolaan TPA dengan sistem open dumping menjadi sistem control
landfill. Sistem ini diterapkan di Kabupaten Cianjur sesuai dengan kategori
wilayah ini sebagai kota kategori sedang dan juga sebagai prasyarat penilaian
untuk Program Adipura.
Sistem open dumping hanya
menimbun sampah tanpa dilakukan penutupan dengan tanah, sedangkan sistem control
landfill sampah ditimbun oleh tanah (pengurugan) setiap minimal
tujuh hari sekali sampai rata dengan permukaan sebelum ditimbun dengan sampah
baru. Perbedaan dalam kedua pengelolaan ini selain dari teknis pelaksanaan juga
terdapat perbedaan dari segi anggaran. Anggaran dana yang diterima oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan diperoleh dari Pemda setiap setahun sekali. Anggaran
pemerintah tersebut terbatas sehingga dana untuk pelaksanaan pengelolaan TPA
ini semakin terbatas.
Oleh karena itu penelitian
ini menjadi penting melihat peningkatan volume timbunan sampah setiap waktu
yang tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Permasalahan lintas sektoral
dimana lahan TPA Pasir Sembung diperluas yang pada akhirnya memakai lahan milik
warga. Selain itu, terjadi perubahan sistem pengelolaan dari open dumping menjadi
control landfill. Hingga saat ini penelitian yang terkait dengan TPA
hanya membahas mengenai dampak dari keberadaan TPA terhadap masyarakat.
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten
Cianjur dari tahun 1995 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan. Pada tahun
1995 sebanyak 1 745 763 jiwa dan pada tahun 2010 sebanyak 2 240 085 jiwa.
Selama periode tahun 1995 sampai 2006 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten
Cianjur rata-rata sebesar 1.86 % per tahun. Angka itu masih berada di atas laju
pertumbuhan penduduk secara nasional yaitu 1.49 %. Artinya bahwa pertumbuhan
penduduk di kabupaten ini cukup tinggi sehingga kabupaten ini dikategorikan
sebagai kota kategori sedang. Meningkatnya jumlah penduduk disertai peningkatan
daya beli masyarakat menyebabkan gaya hidup masyarakat lebih bersifat konsumtif
yang akan menghasilkan lebih banyak sampah. Adapun laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pertumbuhan
Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Tahun 1995-2009
Sampah yang terbuang kemudian diangkut dan ditimbun di TPA.
Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir Sembung. Pengelolaan
sampah di TPA ini pada awalnya menggunakan sistem open dumping yang
dilakukan sampai tahun 2006. Sistem ini hanya membuang sampah tanpa adanya
pengolahan sampah. Hal ini yang menyebabkan volume timbunan sampah di TPA
semakin meningkat. Pemendaman atau penimbunan limbah padat ini tidak hanya
memakan lebih banyak lahan, akan tetapi juga menyebabkan udara, air, pencemaran
tanah, dan pelepasan metan (CH4) ke atmosfer. Pada akhirnya kondisi ini akan
membahayakan masyarakat sekitar TPA.
Berdasarkan Undang-Undang
Persampahan No. 18 Tahun 2008 seluruh TPA harus merubah sistem pengelolaan
secara terbuka (open dumping) menjadi sistem yang lebih ramah lingkungan
yaitu sistem control landfill. Perubahan sistem ini menurut Pasal 4
dalam UU tersebut bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, serta menjadikan sampah sebagai
sumberdaya. Pilihan terbaik dalam pengelolaan TPA adalah sistem sanitary
landfill, namun jika tidak memungkinkan maka sistem control landfill dapat
digunakan sampai sistem sanitary landfill dapat terwujud (TTPS 2010).
Pengelolaan sampah dengan sistem control landfill dilakukan untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Sistem ini dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Pengelolaan dengan sistem ini melakukan perataan dan pemadatan sampah yaitu
menimbun sampah dengan tanah setiap tujuh hari sekali.
Pemerintah Daerah (Pemda)
pun berperan dalam penentuan kebijakan pengelolaan TPA. Kebijakan tersebut
didasarkan pada peraturan daerah (Perda) Kabupaten Cianjur No. 4 Tahun 2006
tentang Kajian Lingkungan yang disebutkan pada pasal 1 dan juga Perda No. 10
Tahun 2005 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2001
Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan. Peraturan daerah
tersebut menjelaskan tarif retribusi yang harus dibayarkan dari masing-masing
sektor. Namun, tarif retribusi tersebut masih rendah dibandingkan dengan biaya
pengelolaan yang sesungguhnya. Kondisi yang seperti ini jika dibiarkan terus
menerus tanpa adanya solusi yang berarti akan menyebabkan permasalahan yang
semakin meluas di antara pihak yang terkait dan akan mempengaruhi kualitas
lingkungan.
Penelitian ini
dilakukan di TPA Pasir Sembung yang berada di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini
hanya difokuskan pada limbah padat yaitu sampah yang ditimbun di TPA. Jumlah
sampah di TPA ini meningkat setiap waktu sehingga menjadi permasalahan baik
dalam pengelolaannya maupun bagi masyarakat.
Keterbatasan penelitian ini
adalah hanya mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan
sampah di TPA Pasir Sembung menggunakan pendekatan model IPAT. Evaluasi
perubahan dalam sistem pengelolaan TPA dari open dumping menjadi control
landfill sesuai dengan amanat UU Persampahan hanya dengan melihat aspek finansialnya.
Aspek finansial tersebut dilihat dari beberapa faktor yaitu NPV, BCR, dan IRR.
Terakhir adalah merumuskan kebijakan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan
TPA Pasir Sembung sehingga pengelolaan tersebut dapat lebih optimal dengan
menggunakan analisis deskriptif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar