Kota Solo kini
telah mendapatkan sosok pemimpin yang baru, yang diharapkan mampu membuat
kebijakan yang dapat menguntungkan masyarakat kota Solo. Salah satu dari sekian
banyak harapan yang ditujukan kepada bapak Walikota yang baru adalah masalah
konservasi lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan yang wajib ditangani
secara serius untuk segera dilakukan konservasi adalah masalah air dan udara.
Air dan udara adalah kebutuhan hidup yang sangat vital. Aktivitas sehari-hari
kita membutuhkan air untuk minum, memasak maupun mandi dan udara (oksigen)
untuk bernafas.
Permasalahan air
saat ini bukan hanya menjadi permasalahan yang dihadapi oleh kota Solo saja,
akan tetapi telah menjadi permasalahan global. Dunia saat ini sudah mengalami
krisis air bersih. Diberbagai belahan dunia mulai kekurangan pasokan air bersih
yang layak konsumsi. Masyarakat dunia sekarang ini dalam menghadapi masalah air
yang sangat kompleks dan rumit, dihadapkan pada persoalan pencemaran dan
privatisasi. Begitu pula masalah udara. Tingkat pencemaran udara sudah begitu tinggi
terutama di kota-kota besar, yang diakibatkan oleh banyaknya penggunaan
kendaraan bermotor dan industri.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan dunia saat ini lebih menitikberatkan pada
sektor industri serta guna menunjang aktivitas dan mobilitas saat ini
dibutuhkan kendaraan bermotor dan pengerasan jalan demi kelancaran dan
kenyamanan. Namun, apakah kemudian hal tersebut dapat dijadikan sebagai suatu
pembenar atas terjadinya polusi (pencemaran) udara dan air.
Demikian halya yang terjadi di Kota
Solo, dimana tumpuan pertumbuhan ekonomi-nya melalui sektor perdagangan dan
jasa. Ini membawa konsekuensi logis bahwa mau tidak mau akan sangat banyak
kendaraan bermotor berlalu-lalang dan jalan-jalan mulai dikeraskan dengan aspal
maupun beton sehingga open space (ruang terbuka) mulai berkurang. Dengan
banyaknya kendaraan bermotor yang berkepentingan di Solo maka berakibat pada
peningkatan tingkat pencemaran udara dikarenakan tingginya kandungan kadar CO
(karbon monoksida) dalam udara. Kadar CO yang terdapat dalam udara apabila ikut
terhirup pada saat kita bernafas maka akan menjadikan kita terserang penyakit. Open
space yang ada di Solo semakain
sempit seiring dengan pengerasan (pengaspalan dan pembetonan) jalan agar jalan
menjadi halus dan tidak becek sehingga tercipta kenyamanan dalam berkendaraan.
Akan tetapi, dengan semakin sempitnya open space akan berakibat pada
tingkat kesulitan masuknya air kedalam tanah sehingga berdampak terjadinya
banjir ketika musim hujan tiba. Dampak lain yang terjadi adalah terbuangnya air
ke sungai Bengawan Solo sebab tidak mampu terserap oleh tanah, sehingga debit
air yang ada di Solo menurun. Apabila air hujan dapat terserap masuk ke dalam
tanah maka debit air tanah yang ada di Solo akan meningkat dimana pada saat
musim kemarau tiba Solo tidak akan kekurangan air.
Bahwa air dan udara adalah kebutuhan
pokok manusia yang tidak dapat digantikan dengan apapun maka apa yang terjadi
di Solo saat ini, yakni tingginya tingkat pencemaran udara serta rendahnya
debit air yang dimiliki dan juga ancaman bahaya banjir yang senantiasa
menghantui, adalah sesuatu yang harus segera ditangani dan diselesaikan.
Partisipasi dan kesadaran setiap elemen dan individu masyarakat serta adanya political
will dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo sangat diperlukan guna mengatasi
masalah tersebut. Tanpa adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan Pemerintah Kota Solo maka
permasalahan pencemaran udara dan air tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Sebenarnya, ada beberapa pilihan
kebijakan yang dapat diterapkan oleh Pemkot, diantaranya adalah pembatasan
pengerasan jalan, pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, serta pembuatan
hutan kota sebagai paru-paru kota dan daerah resapan air. Dari pilihan
kebijakan tersebut yang dapat dilaksanakan dengan mudah dan effisien serta
tidak menimbulkan gejolak di masyarakat adalah kebijakan pembuatan hutan kota.
Ketika kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor maupun pengerasan
jalan yang dipilih, sulit untuk diterapkan dikarenakan Solo saat ini
mengandalkan sektor perdagangan dan jasa sebagai tumpuan ekonomi-nya dimana
kenyamanan dalam mobilitas sangat diperlukan, disamping itu akan dimungkinkan
terjadinya gejolak protes dari masyarakat. Sehingga pilihan kebijakan ini akan
sangat tidak populis. Sedangkan kebijakan pembuatan hutan kota sebagai
paru-paru kota dan daerah resapan air relatif mudah dilaksanakan. Dan juga,
dengan kebijakan ini konservasi udara dan air dapat terjadi sekaligus.
Pembuatan hutan kota disamping
bertujuan untuk konservasi udara juga untuk konservasi air serta dapat
digunakan untuk pariwisata. Fungsi dan tujuannya adalah terciptanya suasana
sejuk dan teduh karena terjadi peningkatan kadar O2 (oksigen)
yang dihasilkan dari proses fotosintesa tumbuhan, juga sebagai open space
yang dapat menyerap air sehingga air hujan yang turun tidak mubazir terbuang ke
sungai Bengawan Solo maupun mengakibatkan banjir.
Ada beberapa alternatif lokasi yang
dapat digunakan sebagai hutan kota yaitu Balekambang, Taman Satwa Taru Jurug,
kawasan kampus UNS Kentingan, kawasan Mojosongo. Di tempat-tempat tersebut
dapat dilakukan penghijauan dengan penanaman tanaman keras (tanaman tahunan),
yang diharapkan keberadaan tanaman keras dapat banyak menyerap air sehingga
debit air meningkat maka akan tercipta tandon air tanah dan juga dapat
mengurangi tingkat polusi udara karena adanya peningkatan kadar oksigen di
udara. Ketika kesejukan udara dapat tercipta dan air bersih cukup tersedia maka
secara otomatis akan membuat orang semakin betah tinggal di Solo untuk
melakukan aktivitas bisnisnya sehingga pertumbuhan ekonomi Solo dapat terus
meningkat. Dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi maka meningkat pula
kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan hutan kota tidak hanya
diserahkan kepada salah satu instansi di Kota Solo, akan tetapi ada keterkaitan
dan tanggung jawab bersama antara Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)
menyangkut kebersihan dan pemeliharaan, Dinas Pariwisata (apabila difungsikan
sebagai kawasan pariwisata), Dinas Pertanian terkait dengan pemeliharaan dan
Perum Perhutani menyangkut pengelolaan hasil hutan tersebut yang berupa kayu,
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) dan KNPI, keduanya berperan
dalam melakukan sosialisasi pada masyarakat serta PDAM menyangkut pengelolaan
dan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di Solo. Pembagian peran
yang jelas namun saling terkait antar instansi ini diharapkan hutan kota dapat
terkelola dengan baik. Meskipun pengelolaannya menjadi tanggung jawab
instansi-instansi pemerintah, akan tetapi peran masyarakat sangat diperlukan
dalam hal menjaga kelestarian hutan tersebut.
Namun harapan hanya akan tinggal
harapan apabila tidak pernah ada niatan (political will) dari Pemkot
(dalam hal ini Walikota Solo) serta dukungan dan partisipasi penuh elemen dan
individu masyarakat. Maka dari itu, marilah kita ber-empati terhadap konservasi
lingkungan di Solo terutama udara dan air. Karena semua itu adalah kebutuhan
pokok bagi kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar