Sejak awal penciptaannya Planet Bumi, bahkan seluruh alam
semesta selalu mengalami evolusi, bahkan pada saat tertentu mengalami revolusi.
Pemikiran tentang adanya evolusi kehidupan didasarkan pada temuan adanya
kemiripan antarspesies makhluk hidup. Perbedaan yang sifatnya gradual sangat
mungkin disebabkan oleh seleksi alam. Alasannya, hanya keturunan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungannya yang akan mampu bertahan. Walaupun demikian,
generasi yang telah beradaptasi dengan segala perubahan fisiknya tetap membawa
sifat-sifat pokok dari induknya.
Walaupun diakui masih banyak hal yang sifatnya spekulatif, telah disusun suatu
silsilah evolusi yang berawal dari sejenis bakteri yang bersel satu yang hidup
sekitar 3,5 milyar tahun lalu. Dari jenis bakteri lahir generasi ganggang yang
masih hidup di air. Ganggang hijau sekitar 1 - 2 milyar tahun lalu melahirkan
generasi tumbuhan darat. Dari jalur ganggang hijau, sekitar 630 juta tahun
lalu, juga lahir generasi hewan tak bertulang belakang.
Pada
jalur yang sama dengan kelahiran Echinodermata (a.l. bintang laut) muncul
generasi ikan sekitar 500 juta tahun lalu. Jenis ikan osteolepiform yang
siripnya mempunyai tulang pada sekitar 400 juta tahun kemudian melahirkan
generasi hewan berkaki empat, amfibi dan reptil, termasuk dinosaurus. Kelak
dari keluarga dinosaurus pada masa Jurassic
(208 - 144 juta tahun lalu) lahir generasi burung.
Jenis reptil mirip mamalia (Synapsida) melahirkan generasi mamalia
sekitar 200 juta tahun lalu. Salah satu generasi mamalia adalah primata yang
arti asalnya adalah "peringkat pertama". Pada jalur primata, sekitar
34 juta tahun lalu evolusi keluarga kera berekor berpisah dari keluarga hominoid.
Dalam keluarga hominoid terdapat gibon dan hominid yang mencakup orangutan,
gorila, dan simpanse. Hominid berpisah dari gibon sekitar 17 juta tahun lalu.
Dalam silsilah evolusi hominid ini makhluk serupa manusia (hominini)
dikelompokan pada asal jalur yang sama dengan gorila dan simpanse. Kesamaan
genetik antara manusia dengan gorila dan simpanse sangat besar, masing-masing
98,6 % dan 98,8 %, sehingga diduga berasal dari satu jalur evolusi yang mulai
berpisah sekitar 5 juta tahun lalu.
Penempatan
manusia pada silsilah evolusi seperti itulah yang memicu penolakan pada teori
evolusi. Dengan menggunakan dalil naqli dari ayat-ayat Al-Quran,
sebenarnya masalah ini mudah diselesaikan tanpa penolakan secara apriori teori
yang mencoba menelusur evolusi kehidupan. Menurut saya, teori evolusi tidak
bertentangan dengan akidah bila disertai keyakinan bahwa proses itu terjadi
menurut sunatullah, bukan proses kebetulan yang meniadakan peran Allah sebagai
Rabbul alamin (pencipta dan pemelihara alam).
Menurut
kajian paleoantropologis, setidaknya ada sembilan jenis makhluk serupa manusia:
Australopithecus aferensis, A. africanus, Paranthropus aethiopicus, P. robustus, P. boisei,
Homo habilis kecil, H. habilis besar, H.
erektus, dan H. sapiens. Homo habilis mahir menggunakan alat-alat
batu. Homo erektus (manusia purba) sudah mengenal api untuk penghangat
dan memasak. Manusia modern yang ada sekarang dikelompokkan sebagai Homo
sapiens.
Ada
beberapa hipotesis yang berusaha menjelaskan evolusi mereka. Namun semuanya
tidak ada kepastian dari jalur mana lahirnya Homo erektus. Yang telah
disepakati hanyalah Homo sapiens berasal dari Homo erektus. Ada yang
berpendapat Homo habilis cenderung tidak bisa digolongkan sebagai Homo
("manusia"), mungkin jenis paranthropus berotak besar. Kemampuan
berbicara Homo habilis belum sempurna. Alat-alat batu yang dihasilkannya
pun tidak menunjukkan eksperimen kreatif.
Kalau
demikian, yang sudah meyakinkan secara ilmiah sebagai manusia adalah sejak
generasi Homo erektus. Ukuran otak yang besar memberikan indikasi
kemampuan berpikir yang lebih kuat. Kemampuan berbicara dan berkomunikasi pun
sudah cukup maju. Interaksi sosial mulai tumbuh dan makin kompleks.
Kehadirannya berdampak pada berbagai spesies. Binatang buas yang mengancam
manusia mungkin termasuk yang diburu demi keselamatan masyarakatnya. Punahnya
kucing purba yang buas yang terjadi pada masa Homo erektus diduga berkaitan
dengan ulah mereka, bukan karena faktor alam.
Mungkinkah
Homo erektus ini yang sudah tersebar dari Afrika, Jawa, sampai China
adalah anak cucu Adam yang sulit ditelusur pada silsilah evolusi karena
diciptakan Allah secara khusus? Wallahu 'alam, walaupun kita bisa menduganya ke
arah itu.
Yang
jelas, anak cucu Adam pun berevolusi. Adanya berbagai ras manusia dengan warna
kulit, bentuk dan warna rambut, serta postur tubuh yang berbeda-beda
menunjukkan adanya evolusi manusia. Adaptasi terhadap lingkungan tempat
tinggalnya yang berbeda-beda dalam jangka waktu sangat panjang menghasilkan
generasi yang beraneka ragam.
Teori
pertama menyatakan manusia purba yang telah menyebar ke berbagai wilayah terus
berevolusi menurunkan generasi manusia modern. Tetapi menurut teori
monogenesis, dari penelusuran perbedaan genetik dan bukti arkeologi, diduga manusia
purba (homo erektus) yang sudah tersebar sampai ke China, Jawa, dan Eropa
punah. Semakin besar kesamaan genetiknya, diduga berasal dari alur evolusi yang
sejalan.
Manusia
modern yang kini ada berasal dari sisa manusia purba di Afrika sekitar 100.000
tahun lalu. Manusia di Asia timur dan Pasifik mempunyai kesamaan genetik yang
berarti berasal dari alur evolusi yang sama. Secara genetik, sedikit berbeda
dengan "induknya" di Afrika dan generasi dari alur yang menuju Eropa.
Eksistensi manusia di
Planet Bumi sudah bertahan selama ratusan ribu tahun, yaitu sejak Nabi Adam AS
dan Siti Hawa diturunkan. Dari sepasang manusia tersebut kemudian terus
bertambah, dengan distribusi yang makin meluas ke seluruh penjuru daratan di
Bumi. Terjadi pengelompokan, akhirnya membentuk negara sesuai dengan kesamaan
sudut pandangnya. Maka pada akhirnya umat manusia yang jumlahnya telah
melampaui 6 milyar itu terbagi secara tidak merata dalam 200 negara. Menurut
situs Wkipedia, Manusia dapat
diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan,
atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo
sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari
golongan mamalia
yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep
jiwa yang bervariasi
di mana, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk
hidup; dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi
kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya,
dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Pandangan konvesional dari evolusi manusia
menyatakan bahwa manusia berevolusi di lingkungan dataran sabana di Afrika. (lihat Evolusi manusia). Teknologi yang
disalurkan melalui kebudayaan telah memungkinkan manusia untuk mendiami semua benua dan beradaptasi
dengan semua iklim. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, manusia telah dapat
mendiami sementara benua Antartika, mendiami kedalaman samudera, dan ruang angkasa,
meskipun pendiaman jangka panjang di lingkungan tersebut belum termasuk sesuatu
yang hemat. Manusia, dengan populasi kurang lebih eman milyar jiwa, adalah
salah satu dari mamalia terbanyak di dunia. Sebagian besar manusia (61%)
berkediaman di daerah Asia.
Mayoritas sisanya berada di Amerika (14%), Afrika (13%) dan Eropa (12%), dengan hanya 0.3% di Australia.
Gaya hidup asli manusia adalah pemburu dan
pengumpul, yang diadaptasikan ke sabana, adegan yang disarankan dalam evolusi
manusia. Gaya hidup manusia lainnya adalah nomadisme (berpindah
tempat; terkadang dihubungkan dengan kumpulan hewan) dan perkampungan menetap
yang dimungkinkan oleh pertanian yang baik. Manusia mempunyai daya tahan yang
baik untuk memindahkan habitat mereka dengan berbagai alasan, seperti pertanian, pengairan, urbanisasi
dan pembangunan, serta kegiatan tambahan
untuk hal-hal tersebut, seperti pengangkutan
dan produksi
barang.
Perkampungan manusia menetap bergantung pada
kedekatannya dengan sumber air dan, bergantung pada gaya hidup, sumber daya alam lainnya
seperti lahan subur untuk menanam hasil panen dan menggembalakan ternak atau, sesuai
dengan musim tersedianya mangsa/makanan. Dengan datangnya infrastruktur
perdagangan dan pengangkutan skala besar, kedekatan lokasi dengan sumber daya
tersebut telah menjadi tak terlalu penting, dan di banyak tempat faktor ini tak
lagi merupakan daya pendorong bertambah atau berkurangnya populasi.
Habitat manusia dalam sistem ekologi tertutup
di lingkungan
yang tidak akrab dengannya (Antartika, angkasa
luar) sangatlah mahal dan umumnya mereka tak dapat tinggal lama, dan hanya
untuk tujuan ilmiah, militer, atau ekspedisi industri. Kehidupan di angkasa
sangatlah sporadis, dengan maksimal tiga belas manusia di ruang angkasa pada
waktu tertentu. Ini adalah akibat langsung dari kerentanan manusia terhadap radiasi ionisasi. Sebelum penerbangan
angkasa Yuri
Gagarin tahun 1961,
semua manusia 'terkurung' di Bumi. Di antara tahun 1969 dan 1974, telah ada dua
manusia sekaligus yang menghabiskan waktu singkatnya di Bulan. Sampai tahun
2004, tak ada benda angkasa lain telah dikunjungi
manusia. Sampai tahun 2004,
telah ada banyak keberadaan manusia di ruang angkasa berkelanjutan sejak
peluncuran kru perdana untuk meninggali Stasiun Luar Angkasa Internasional,
pada 31
Oktober 2000.
Dalam kurun waktu 200
tahun dari 1800
sampai 2000, populasi
dunia telah bertambah pesat dari satu hingga enam milyar.
Diperkirakan mencapai puncaknya kira-kira sepuluh milyar selama abad ke-21.
Sampai 2004, sebuah
minoritas yang cukup besar — sekitar 2.5 dari jumlah 6.3 milyar jiwa — tinggal
di sekeliling daerah perkotaan. Urbanisasi
diperkirakan akan melonjak drastis selama abad ke-21.
Polusi, kriminal dan kemiskinan
hanyalah beberapa contoh dari masalah yang dihadapi oleh manusia yang tinggal
di kota dan
pemukiman pinggiran kota
Tekanan populasi manusia terhadap lingkungan
semakin menguat, padahal disisi lainnya kapasitas sumberdaya alam dan
lingkungan dalam mendukung kehidupan manusia terus menyusut. Sebagaimana
diungkapkan oleh Maslow (1970) manusia adalah makhluk hidup yang cukup unik
dalam kehidupan dasar hidupnya. Kalau pada makhluk hidup di luar manusia
kebutuhan dasar mereka lebih utama pada kebutuhan fisiologis untuk bertahan
hidup, walaupun sebagai pelengkap kebutuhan mereka juga memiliki naluri fisik
bagi keamanan eksintesinya. Demikian pula manusia juga membutuhkan keamanan
fisik, ketentraman dan perlindungan fisik lainnya. Lebih dari itu menurut
Maslow manusia juga membutuhkan rasa kebanggaan atau kehormatan diri dan
kehormatan antarsesama. Kebutuhan yang terakhir ini termasuk dalam kebutuhan
psikologis atau kebutuhan kejiwaan.
Jadi kebutuhan manusia yang paling
hakiki dapat dikelompokan sebagai kebutuhan fisiologis, fisik dan pisikologi,
dan pemenuhan akan kebutuhannya ini merupakan kewajiban dan hak azasi setiap
orang. Dengan demikian, pangan bagi penduduk harus tersedia setiap saat dimana
saja mereka membutuhkannya. Kondisi fisiologis adalah terpenuhinya pangan bagi
masyarakat yang dikenal dengan istilah ketahanan pangan (food security), disamping kebutuhan fisiologis akan air dan udara,
khususnya oksigen (O2). Dalam undang-undang RI
No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
didefinisikan Ketahanan Pangan (food
resistance). Ketahanan pangan itu merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan
fisiologi bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya pangan, air dan
udara yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau
(Soerjani, dkk, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar